Produksi, Angka Inflasi, dan Ketahanan Pangan Bangsa

KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA·JUMAT, 28 DESEMBER 2018

Pengendalian laju inflasi harga bahan pangan dari sisi penawaran sangat berhubungan dengan sistem produksi pertanian. Secara singkat, sistem produksi pertanian, manajemen logistik, distribusi/ perdagangan pangan masih tetap relevan dalam pengendalian laju inflasi di Indonesia.
Untuk 2018, sejak awal tahun Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyampaikan janji Pemerintah untuk menjaga pengaruh harga pangan yang bergejolak (volatile food) terhadap inflasi. Bagaimana hasilnya? Sepanjang 2018 boleh dikatakan harga bahan pangan relatif stabil. Bahkan pada jelang dan pasca hari Lebaran Idul Fitri tak ada gejolak yang berarti.
Badan Pusat Statistik (BPS) memang mencatat harga beras mengalami kenaikan antara 1,3 samai 2,52 persen pada November 2018. Baik beras kualitas premium, medium, maupun rendah. Namun begitu, Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers di Gedung BPS Senin (3/12/2018) mengatakan, tingjat harga ini masih wajar karena tidak jauh berbeda dengan harga beras pada periode sama tahun 2017 (year on year).
November 2018 tingkat inflasi pangan bahkan lebih rendah daripada bulan Oktober. Sedangkan tahun-tahun sebelumnya bulan November biasanya harga lebih tinggi karena mendekati akhir tahun.
Catatan BPS ini sedikit banyak menunjukkan hasil positif kinerja pemerintah khususnya Kementerian Pertanian dalam menjaga produksi dan mempertahankan stok pangan untuk stabilitas harga di pasar.
Pekerjaan terus berlanjut, tugas pemerintah belum selesai. Misi menjaga angka inflasi menjadi genting di penghujung masa Pemeritahan yang berjalan. Isu-isu politik yang mewarnai Pemilu nasional, akan menjadi tantangan lain.
Di tengah upaya berkelanjutan ini, para pakar dan pengamat memberi perhatian penuh dengan menyampaikan pandangan-pandangannya.
Di antaranya Dwi Andreas, Pengamat yang begitu aktif mengungkapkan perhatiannya pada pertanian Indonesia. Andreas menyampaikan keraguannya pada target produksi padi, jagung, dan kedelai (Pajale) tahun 2019. Masing-masing padi 84 juta ton, jagung 33 juta ton, kedelai 2,8 juta ton.
Menurutnya, dengan data luas lahan BPS yang baru menggunakan pendekatan KSA, target ini sulit tercapai. (Fajar Indonesia Network, Kamis (6/12/2018).
Kendati demikian, ia tetap optimistis prospek pertanian pada tahun 2019 tidak ada permasalahan yang serius sehingga ada potensi peningkatkan produksi.
Koreksi Target Produksi 2019
Pemerintah sebenarnya juga tetap menjaga kehati-hatian. Dua hari sebelum pandangan Andreas muncul di laman berita, Kepala Biro Perencanaan Kementan Kasdi Subagyono menyebut Kementan dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) masih melakukan pembahasan terkait koreksi target produksi padi 2019. Koreksi diperlukan menyusul diterbitkannya data baru produksi padi/beras nasional hasil penyempurnaan oleh BPS bekerja sama dengan Kementerian ATR/BPN, BIG, dan LAPAN.
“Pada 2019, target produksi padi 84 juta ton, data ini masih akan dikoreksi. Saat ini, kami masih melakukan pembahasan dengan Bappenas untuk penentuan target 2019. Proses korektif sedang berjalan, formulasinya sedang di-exercise, sambil proses pengecekan lapangan kita lakukan,” kata Kasdi usai diskusi Kinerja Pertanian Tahun 2018 dan Proyeksi Tahun 2019 di Jakarta, Selasa (4/12/2018).
Penjelasan Kasdi, penyusunan formulasi penentuan target produksi padi 2019 dilakukan dengan memperhitungkan perspektif biotik dan abiotik. Faktor-faktor menyangkut aspek produksi seperti lahan dan produktivitas, SDM (petani), investasi infrastruktur dan alsintan (peralatan mesin dan pertanian), iklim, bahkan politik. Formulasi ini agak complicated karena tidak linier sehingga dinamis.
 Mengacu data produksi padi hasil penyempurnaan BPS yang dirilis pada 22 Oktober 2018, hingga September 2018, luas panen padi nasional adalah 9,50 juta hektare (ha). Sedangkan dengan memperhitungkan potensi sampai Desember 2018 maka luas panen tahun ini diperkirakan mencapai 10,90 juta ha. Dari angka tersebut, produksi gabah kering giling (GKG) nasional hingga September 2018 ditaksir mencapai 49,65 juta ton dan diperkirakan potensi produksi sampai Desember 2018 sebesar 56,54 juta ton GKG atau setara dengan 32,42 juta ton beras.
Petani Optimistis Target Produksi Tercapai
Bagaimana suara petani, sebagai pihak yang secara teknis melakoni proses produksi? Benarkah target produksi 2019 – yang kini masih dievaluasi untuk koreksi – sulit tercapai? Ketua Umum Serikat Tani Nasional Ahmad Rifai melihat target produksi sebagai upaya pemerintah meningkatkan kesejahteraan petani. Dan dari sisi petani menurutnya ini jelas sudah benar.
Agar target produksi pangan tercapai, Rifai memberi catatan agar pemerintah menyiapkan cara atau percepatan dengan memberi modal dan teknologi kepada petani secara langsung.
“Target itu harus mendapat dukungan banyak pihak, dan menggunakan taktik juga,” katanya. Rifai meminta agar semua pihak mengeluarkan pernyataan positif, bukan justru mematahkan semangat petani. Baginya, yang sangat diperlukan oleh bangsa kita hari ini bukan mengeluarkan pernyataan-pernyataan lain.
Pemerintah menuai dukungan petani. Selain petani padi, optimisme juga mengalir dari petani jagung dan kedelai. Menurut Ketua Asosiasi Petani Jagung Solahudin, target itu harus jelas dan dilakukan upaya untuk dicapai. Bahwa di lapangan ada kendala tikus atau faktor alam adalah lain hal. Begitupula petani kedelai dan pengrajin tahu tempe, satu suara mengingat kedelai termasuk kebutuhan pokok masyarakat Indonesia.
“Iya dong kita harus mendukungnya. Kan kita ingin para petani kita hidup, baik secara kesejahteraan maupun secara pasokan,” kata Ketua Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo), Aip Syarifuddin, Kamis (20/12/2018).
Keresahan petani benar adanya. Target produksi Pajale 2019 memang harus mendapat restu dan dukungan semua pihak. Karena ketahanan pangan adalah isu besar bagi Indonesia yang dihuni penduduk yang tidak sedikit jumlahnya.
Mengutip apa yang disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati 2017 lalu, untuk mengemban misi besar ini Kementerian/ Lembaga lain seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) harus mengambil bagian membangun konektivitas untuk menyalurkan pangan. “Ketahanan pangan bukan hanya tugas Kementan. Juga harus bekerja keras sektor lain untuk hubungkan farm ke non farm atau lahan pertanian ke pasar,” ungkap Sri Mulyani.
Pemenuhan pangan untuk mengisi perut ratusan juta penduduk di tanah air juga bukan persoalan yang dapat diselesaikan satu – dua hari. Bangsa ini memerlukan dukungan tanpa adanya batas dan sekat antar sektor dan pihak baik pemerintah, akademisi – pakar/ ahli, bahkan rakyatnya sendiri. Dukungan dari semua pihak untuk memenuhi kebutuhan pangan kita bersama menjadi sesuatu yang penting dan sangat berharga. Bersama melangkah mewujudkan ketahanan dan stabilitas pangan yang menyejahterakan.