Pemerintah Diminta Petakan Potensi Ternak Sapi

WONOSOBO – Produktivitas sapi potong lokal ternyata belum sepenuhnya terpetakan oleh pemkab Wonosobo. Buktinya, setiap ada kenaikan harga daging, pemerintah seakan tak punya taji dalam mengontrol harga di tataran lokal, dan terkesan malas menggelar operasi pasar. Tak hanya itu, tataniaga daging sapi lokal juga masih kalah jauh dengan daerah lain yang cenderung menguntungkan peternak lokal. Sehingga mayoritasw peternak sapi potong wonosobo lebih tergiur untuk menjual sapi kualitas terbaiknya ke luar daerah.

“Kalau setiap ada pasar hewan, peternak di sini sering bawa ke beberapa daerah. Di dalam kota sendiri agak lesu, kemungkinan karena pasokan daging dari luar. Sebenarnya dari peternak cukup melimpah, bahkan selalu ada stok. Keinginan kami, mudah saja, pemerintah harus lebih dekat dengan peternak di desa,” ungkap Sartono, peternak asal dusun Kayugan, desa Tempuran Duwur, kecamatan Sapuran, kemarin (1/2).

Menurut Sartono, para petani di desanya masih setia beternak karena nilai jual yang cukup menguntungkan. Dengan modal awal Rp6 juta saja, dalam tiga tahun bisa meraup untung kotor sedikitnya Rp30 juta. Namun alih-alih menjual ke pasar lokal, para peternak cenderung memilih pasar luar daerah seperti Banjarnegara, Salatiga, dan bahkan Solo karena dari nilai transaksi dan harga lebih menjanjikan.

“Di beberapa daerah sudah ada alur yang bagus bahkan hingga pemerintah setempat juga terlibat di pasar hewan untuk mengontrol harga. Kalau di sini sampai sapi usia siap potong mungkin agak sulit terjual, sehingga banyak peternak di wilayah lain yang beralih dari sapi ke kambing,” imbuhnya.

Ketersediaan pakan ternak berupa rumput gajah juga mendukung peternakan di Tempuran Duwur dan dengan kondisi alam yang masih hijau, para peternak bahkan sering membiarkan sapi-sapinya untuk mencari makan di sekitar kandang. Dalam setahun saja, Sartono mengaku bisa menjual hingga 25 ekor sapi dewasa, baik miliknya maupun milik sesama peternak setempat.

“Kalau di sini yang masih kurang memang produksi untu ksapi perah, karena memang butuh modal yang tidak sedikit dan alur distribusi yang tetap. Selain itu karena akses jalan ke beberapa daerah penghasil sapi perah masih sulit, sehingga membuat pengusaha memilih pasokan dari daerah lain yang siap pakai,” imbuh Miskun Peternak sapi perah Kayugan.

Selain untuk menyukupi kebutuhan susu anak sapi miliknya sendiri, Miskun juga memanfaatkan susu sapi untuk kebutuhan keluarga dan belum berencana untuk menjualnya, seperti di kelompok tani lain. Menurut Miskun, kualitas air, ketersediaan rumput, dan juga lahan menjadi keunggulan dusun kayugan memiliki produktivitas tinggi dan diharapkannya bisa dimanfaatkan para peternak muda. (win-https://wonosoboekspres.wordpress.com)

Kentang Siap Goreng dari Petani Wonosobo

Kita sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa sudah sepatutnya memiliki rasa syukur atas
sumber daya alam yang ada di wonosobo. Segala hasil bumi dari kabupaten wonosobo dapat
kita gunakan untuk memenuhi kebutuhan kita sehari-hari. Kebutuhan pokok manusia salah
satunya adalah pangan, pangan tersebut didapat dari hasil mengolah sumber daya alam yang
ada menjadi sumber bahan makanan. Untuk mengolah sumber daya alam tersebut
dibutuhkan tenaga manusia, dalam hal ini diwakili oleh namanya Petani.

Profesi Petani saat
ini semakin tidak dilirik oleh kaum muda, mereka lebih memilih pekerjaan di luar pertanian.
Hal ini disebabkan pendapatan yang kurang menjanjikan di sektor pertanian, walaupun
sesungguhnya sektor tersebut sangat membutuhkan banyak tenaga kerja. Dengan semakin
sedikitnya profesi petani, maka banyak lahan produktif yang tidak dimanfaatkan atau dialih
fungsikan menjadi lahan non pertanian.

Kita harus menyadari bahwa saat ini banyak sekali
produk pangan di pasaran yang berasal dari luar wonosobo atau mungkin berasal dari negara
lain. Apabila hal ini dibiarkan, bagaimana cara kita bersyukur atas kenikmatan yang
diberikan Tuhan Yang Maha Esa atas Sumber Daya Alam di wonosobo. Untuk
menggairahkan potensi produksi pertanian di wilayah wonosobo, diperlukan kerjasama
mutualisme semua kalangan lapisan masyarakat dari berbagai profesi.

Cara yang dapat
ditempuh adalah lewat budaya menjadi konsumen sehat yang berani menghargai profesi
petani, seperti saat kita menghargai profesi lainnya seperti tukang parkir, buruh pabrik,
karyawan kantor, pedagang pasar, pedagang toko, guru, PNS dan lain sebagainya. Budaya
tersebut tidak mudah untuk diterapkan di masyarakat jika tidak ada kesadaran dari diri kita
sendiri dalam memahami sebuah profesi seseorang.

Semua profesi membutuhkan keahlian,
perhitungan, modal, dan lain sebagainya untuk menopang profesi tersebut. Konsumen Sehat
berhak untuk mendapatkan kebutuhan pangan yang sehat pula, sementara Produsen (Petani)
berhak mendapatkan pasar dengan harga yang wajar, sehingga pendapatan yang diterima
oleh petani dapat diatas Biaya Operasional Produksi (BOP). Selain itu yang terpenting adalah
petani dan konsumen mempunyai persamaan pemahaman Konsep Pangan Sehat antara lain :
(1) Syarat konsumsi pangan sehat, (2) Pengetahuan senyawa kimia yang berbahaya bagi
kesehatan, (3) Manajemen Pertanian Sehat, (4) Kepedulian Sumber Daya Manusia terhadap
kelestarian alam dan keramahan lingkungan, (5) Hubungan Sinergi antara Petani dan
Konsumen.

Hubungan sinergi yang indah antara konsumen dengan petani dalam satu
wilayah akan menciptakan pasar sehat dan menjaga kedaulatan pangan tanpa harus
ketergantungan pada produksi impor dari negara lain. Jika budaya konsumen sehat ini bisa
terwujud di daerah wonosobo, maka rasa keadilan sosial akan tumbuh dengan sendirinya dan
rasa bersyukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa dapat kita raih
bersama. Sehingga menjadikan Kabupaten Wonosobo yang makmur, gemah ripah loh jinawi.
Mari kita belajar mengkonsumsi hasil pertanian sehat lewat gerakan Yuk Konsumsi Sehat
(YKS) dengan memanfaatkan sumber daya manusia dan sumber daya alam di sekitar kita.

(http://blog.kecipir.com)

Kecamatan Sukoharjo Andalan Pertanian di Wonosobo

Sukoharjo dan Kalibawang boleh dibilang merupakan wilayah kecamatan yang relatif masih baru di Kabupaten Wonosobo di antara 12 kecamatan lain yang lebih dulu ada. Tetapi meskipun masih tergolong baru, perkembangannya cukup pesat, terutama dalam bidang pendidikan dan pertanian.

Kecamatan Sukoharjo berdiri 18 Juli 2001 sedang Kecamatan Kalibawang lahir dua tahun berikutnya, tepatnya 19 Juli 2003. Hingga kini Sukoharjo terhitung hampir berumur 12 tahun dan Kalibawang menapak usia 10 tahun.

Setiap 18 dan 19 Juli, dua kecamatan tersebut menggelar perhelatan hari jadi. Berbagai acara digeber di sana. Dari acara selamatan, pesta rakyat, pemeran potensi daerah hingga pertunjukan kesenian lokal.

Dalam peringatan hari jadinya, Sukoharjo pernah mencatat rekor MURI dengan membikin dodol salak pondoh terpanjang di Indonesia. Dodol dibungkus dalam plastik dan mencapai panjang hingga 500 meter.

Wilayah Terpencil Pemekaran dua wilayah Kecamatan Sukoharjo dan Kalibawang merupakan langkah yang tepat. Sebab, sebelumnya, desa-desa di dua kecamatan tersebut merupakan daerah terpencil, yang jauh dari akses pembangunan dan riuh-rendah keramaian kota.

Dulu 17 desa yang kini masuk di wilayah Kecamatan Sukoharjo, ikut Kecamatan Leksono. Jarak tempuh desa-desa tersebut dengan kecamatan lama cukup jauh, mencapai puluhan kilometer. Kini setelah ada kecamatan baru, jaraknya menjadi lebih dekat.

Sebelum ada pemekaran kecamatan, infrastruktur yang ada, berupa jalan, listrik, sarana kesehatan dan pendidikan sangat memprihatinkan.

Jalan masih sempit dan berupa tanah. Kondisi jalan yang tidak memenuhi syarat, tentu memengaruhi gerak ekonomi warga setempat. Saat ini sebagian jalan sudak diaspal (hotmix) , meskipun ada sebagian wilayah yang rusak berat dan terkesan diabaikan oleh yan berwenang dam pembangunan infrastruktur.

Semangat anak-anak untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi juga rendah.

Kalaupun ada anak-anak yang terpaksa harus melanjutkan sekolah SMP hingga SMA musti berjalan kaki cukup jauh. Ini tentu sangat mempengaruhi tersedianya SDM di desa yang mumpuni.

Pusat Kesehatan Desa (PKD) di desa-desa juga belum ada. Maka wajar jika kesadaran warga menyangkut masalah kesehatan masih lemah.

Jika ada warga yang hendak dirawat di rumah sakit, harus ditandu dan melawati jalan tanah naik turun.
Kondisi tak jauh beda dialami warga Kalibawang.

Sebelum lahir kecamatan baru, 8 desa yang kini masuk wilayah kecamatan Kalibawang merupakan desa yang masuk di tiga kecamatan lama yakni Kaliwiro, Sapuran dan Kepil.

Pembentukan dua kecamatan baru sangat membantu aktivitas warga. Pasalnya, pelayanan administrasi kependudukan menjadi kian dekat. Anak-anak yang mau melanjutkan sekolah juga tidak perlu jauh-jauh ke Wonosobo.

Banyak Potensi Sebelum dibentuk kecamatan baru, Sukoharjo dan Kalibawang kerap dipandang sebelah mata. Sebagai daerah terpencil dan tak punya potensi yang diandalkan. SDM masyarakat setempat juga dianggap rendah.

Seiring berjalannya waktu, kini semua telah berubah. Sukoharjo yang dulu daerah terisolir dan tak punya potensi, saat ini telah disulap menjadi daerah andalan pertanian di Wonosobo.

Hal itu terjadi, sejak dibentuk kecamatan baru, ternyata semangat warga untuk membangun dan memberdayakan daerahnya sangat tinggi. Lahan-lahan yang dulu hanya ditanami ketela, telah dialihubah menjadi lahan buah-buahan.

Sukoharjo pun lambat laun menjadi daerah yang tersohor sebagai sentra salak pondoh, pisang, durian, petai dan nangka di Wonosobo. Bahkan karena potensinya, oleh Pemkab Wonosobo, Sukoharjo ditetapkan sebagai kawasan agropolitan Rojonoto.

Masuk dalam kawasan agropolitan Rojonoto karena Sukoharjo terhitung sebagai basis aneka produk pertanian unggulan di Wonosobo bersama kecamatan Kaliwiro, Leksono dan Selomerto.

Jika orang bilang salak pondoh di Wonosobo, sudah tentu kiblatnya pasti ke Sukoharjo.

Bahkan belakangan ini, warga Sukoharjo sudah mulai melakukan inovasi baru terkait pengolahan hasil pertanian, yakni dengan memproduksi dodol, sirup dan keripik salak pondoh.

Seolah tak mau kalah, Kalibawang bersicepat lari dari ketertinggalannya. Semangat warga Kalibawang membudiayakan vanili, cabe, kelapa, kayu albasia dan tanaman kopi, sebagai potensi pertanian di sana patut dicontoh.

Apalagi, dari tahun ke tahun, harga komoditas pertanian tersebut mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Produk industri rumahan gula aren oleh warga Mergolangu Kalibawang perlu terus dikembangkan.

Mengingat gula aren termasuk langka, karena tidak setiap daerah bisa memproduksi.

Kini seolah-olah Sukoharjo dan Kalibawang tengah bangkit menjadi daerah Agropolitan.

(http://lint4ng4yu.blogspot.co.id)

Pengembangan Agribisnis Florikultura

Kegiatan Forum Konsultasi Pengembangan Agribisnis Florikultura dengan Balithi dilaksanakan pada hari Rabu, 22 November 2017 di Pendopo Kabupaten Wonosobo yang diikuti oleh 200 orang dengan rangkaian berupa:

  • Lomba Merangkai Bunga
  • Klinik Florikultura
  • Forum Konsultasi Pengembangan Agribisnis Florikultura

Harapan dari pelaksanaan kegiatan Forum Konsultasi Pengembangan Agribisnis Florikultura dengan Balithi adalah:

  • Meningkatnya penerapan inovasi dalam sistem agribisnis florikultura yang berbasis pada sumber daya lokal,
  • Meningkatnya kualitas produk dan produktivitas usaha tani florikultura
  • Diterapkannya SOP produk dengan penerapan GAP dan GHP
  • Meningkatnya efisiensi dalam proses produksi, pascapanen, distirbusi dan perdagangan, sehingga pendapatan dan kesejahteraan petani meningkat,
  • Berkembangnya kerjasama kemitraan di sektor hulu sampai ke hilir dalam kerangka pembangunan agribisnis florikultura yang efisien, modern dan berdaya saing,
  • Berkembangnya kelembagaan agribisnis sebagai pilar utama dalam implementasi model dukungan inovasi secara berkelanjutan,
  • Meningkatnya efisiensi pemanfaatan dan terjaminnya keberlanjutan ketersediaan sumber daya di dalam kawasan,
  • Terjalinnya sinergi kinerja instansi terkait di sektor hulu dan hilir untuk mempercepat terciptanya pembangunan sistem usaha agribisnis industrial florikultura yang tangguh, berdaya saing dan berbasis sumber daya lokal

Farmer Field Day (FFD) 2017

Farmer Field Day (FFD) Demplot Bawang Merah dan Bawang Daun Tahun 2017 dilaksanakan di Balai Desa Mlandi, Kecamatan Garung, Rabu, 29 November 2018. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari Demplot Bawang Merah dan Bawang Daun yang telah dilaksanakan sebelumnya.

Tantangan dalam pembangunan pertanian secara umum adalah adanya kenyataan bahwa pertanian didominasi oleh skala usaha kecil, lahan sempit, modal terbatas, pendidikan rendah, sehingga produktivitas uasah tani yang dihaslikan masih rendah karena belum sepenuhnya mampu menerapkan teknologi spesifik lokasi, efisiensi dan belum mampu meningkatkan produksi yang pada akhirnya tingkat pendapatan masyarakat tani masih rendah. Di samping itu juga masih rendahnya posisi tawar menawar petani terhadap produksi yang dihasilkan.

Keberhasilan pembangunan suatu daerah ditentukan oleh keberhasilan daerah tersebut menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, sehat, cerdas dan produktif. Salah satu upaya transfer ilmu dan teknologi kepada petani adalah dengan pembuatan demplot.

Dalam upaya meningkatakan peran sektor pertanian khususnya bidang hortikultura (sayuran), Dinas Pangan Pertanian dan Perikanan Kabupaten Wonosobo menginisiasi berbagai program / kegiatan yang menitikberatkan pada penyediaan benih bermutu.

Permasalahan yang seringkali terjadi pada benih bawang merah dari umbi adalah: jumlahnya terbatas, produktivitas rendah, harga bibit dari umbi mahal dan kebutuhan bibit banyak. Varietas yang diujicobakan dalam demplot bawang merah kali ini adalah: Tuk-tuk, Lokananta dan batu Hijau.

Alternatif sumber benih bawang merah adalah dari biji botani / TSS (True Shallot Seed). Keunggulan TSS adalah tanaman tegak, produktivitas meningkat, bebas penyakit dan virus, volume benih dan biaya produksi rendah, tidak memerlukan gudang penyimpanan dan transportasi khusus.

Varietas yang diujicobakan dalam demplot bawang merah kali ini adalah : Tuk-tuk, Lokananta dan Batu Hijau.

Adapun kendala produksi TSS adalah:

  • Pembungaan rendah (akibat kondisi lingkungan / tempat dan iklim tidak mendukung)
  • Pembentukan biji rendah (viabilitas serbuk sari rendah, penyerbukan terbatas)

Sistem produksi benih/biji botani (TSS) merupakan terobosan teknologi untuk meningkatkan daya saing komoditas dan pendapatan petani.

Keberhasilan sistem produksi benih/biji botani (TSS) di lapangan sangat dipengaruhi varietas, visionlogi umbi bibit, ketepatan budidaya, iklim setempat dan kemampuan SDM yang handal.

Rapat Koordinasi Antisipasi Hama dan Penyakit Tanaman

Kementerian Pertanian gelar Rapat Koordinasi Antisipasi Hama dan Penyakit Tanaman serta Dampak Perubahan Iklim. Hadir pada kegiatan ini Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, jajaran Eselon I Kementan, para kepala dinas provinsi/kabupaten dan para Brigade Hama , Penyakit dan Kekeringan.

Pada kesempatan ini, Amran menegaskan luas tanaman yang diserang oleh hama jauh di bawah ambang batas toleransi. Pasalnya fakta yang terjadi, luas lahan sawah yang terserang hama hanya 64 ribu ha atau 0,42 persen dari total lahan sawah nasional.

Jambore Peternakan Nasional Digelar di Cibubur


Setelah sukses dengan kontes kambing dan domba Agustus tahun lalu di Istana Bogor, akhir pekan ini Kantor Staf Presiden, Kementerian Pertanian serta Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI) menggelar ‘Jambore Peternakan Nasional 2017’ di Bumi Perkemahan dan Taman Wisata Cibubur, Jum’at-Minggu, 22-24 September 2017.
“Jambore Peternakan merupakan wadah konsolidasi antar pelaku usaha peternakan dalam mendukung program pembangunan peternakan dan kesehatan hewan,” kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementan, I Ketut Diarmita.
Jambore yang akan diikuti 1.200 peternak dan pelaku usaha ini mengangkat tema ‘Masyarakat Sehat dan Cerdas dengan Protein Hewani’ dan ‘Bangga Menjadi Peternak Indonesia’.
Acara puncak pada Minggu, 24 September 2017 akan dihadiri Presiden Joko Widodo, yang sekaligus melakukan temu wicara dengan para peternak dan pelaku usaha peternakan. Kontes Ternak Domba dan Kambing, serta Seni Ketangkasan Domba Garut akan langsung memperebutkan Piala Presiden. Selain itu juga akan diselenggarakan eksibisi ternak oleh peternak sapi, ayam lokal, itik, dan kelinci serta penghargaan ‘Anugerah Bakti Peternakan’.
“Kami berharap peternak agar melakukan pembenahan manajemen budidaya dan perbaikan teknis lainnya untuk menjadikan Indonesia sebagai sumber protein hewani. Selain itu juga kita dorong peternak-peternak kita untuk membentuk korporasi peternak supaya skala usahanya ekonomis,” tegas Ketut Diarmita.
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengungkapkan keinginannya agar jambore ternak bisa rutin digelar tiap tahun sehingga menjadi kalender rutin agenda wisata di Jakarta dan sekitarnya. “Dalam acara ini, Presiden Jokowi juga ingin lebih dekat bertemu dengan masyarakat, khususnya kalangan peternak domba dan kambing,” urainya.
Puncak kegiatan juga akan diisi dengan kegiatan makan bersama 100 ekor kambing guling yang diharapkan dapat menjadi rekor baru Museum Rekor Indonesia (MURI). “Para peternak sangat antusias mempersiapkan diri mengikuti acara ini dan bersilaturahim kembali dengan Presiden Jokowi,” kata Ketua Umum HPDKI Yudi Guntara Noor.
Rangkaian Kegiatan Jambore Peternakan Nasional 2017
Kontes Ternak Domba dan Kambing, Seni Ketangkasan Domba Garut (23 September 2017).
Eksibisi ternak oleh peternak sapi, ayam lokal, itik, dan kelinci (24 September 2017).
Penghargaan Anugerah Bakti Peternakan dan Temu Wicara (24 September 2017).
Ekspo dan Pameran Peternakan menghadirkan industri pengolahan hasil peternakan, industri obat hewan, industri pakan, industri kerajinan hasil peternakan, perbankan, asuransi; serta Festival kuliner (22 – 24 September 2017).
Rapat Kerja Nasional (Rakernas) dan Silaturahmi Nasional Peternak (Silatnas) Kambing Domba dengan Menteri Pertanian (22 – 23 September 2017);
Pemecahan rekor MURI makan bersama 100 ekor kambing guling (24 September 2017).
Dalam acara Jambore Peternakan Nasional 2017 ini akan diserahkan Piala Presiden dan penghargaan Anugerah Bakti Peternakan. Piala Presiden diberikan oleh Presiden RI kepada pemenang kontes Domba Garut (24 pemenang), Kambing Kaligesing (48 pemenang) dan seni ketangkasan Domba Garut (18 pemenang). Selain itu juga akan diberikan Anugerah Bakti Peternakan Tahun 2017 dalam bentuk tropi/piagam, dari Menteri Pertanian sebagai penghargaan kepada kelompok peternak (10 kelompok), Unit Pengolahan Hasil (UPH) peternakan (3 UPH), dan inseminator yang berprestasi (15 orang).

I Ketut Diarmita mengungkapkan, pada acara tersebut Menteri Pertanian juga akan memberikan apresiasi kepada daerah yang bebas penyakit hewan tertentu yaitu: (1) penyakit Septicaemia epizootica/ Haemorrhagic septicaemia untuk sapi kepada Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Ceningan dan Pulau Nusa Lembongan Kabupaten Klungkung Provinsi Bali; (2) Rabies untuk Provinsi Nusa Tenggara Barat. Selain itu juga akan diberikan apresiasi kepada daerah wilayah sumber bibit : (1) Kabupaten Rembang sebagai wilayah sumber bibit sapi Peranakan Ongole (PO); dan (2) Kabupaten Buleleng sebagai wilayah sumber bibit Sapi Bali.

Lebih lanjut disampaikan, pemberian penghargaan dari pemerintah kepada para pelaku usaha bidang peternakan ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan motivasi dan memberikan apresiasi. I Ketut Diarmita mengatakan, urusan pembangunan peternakan dan kesehatan hewan dalam kerangka mewujudkan kedaulatan pangan dan peningkatan daya saing ekspor merupakan tanggung jawab bersama. “Untuk itu diperlukan kertelibatan, sinergisme peran, dan kewenangan semua pihak dalam menjalankan roda pembangunan. Pelaksanaan program pembangunan pun sudah tidak bisa lagi dilakukan secara parsial”, ungkapnya.

“Mari kita terus perjuangkan nasib peternak-peternak kita agar berkembang usahanya dan sejahtera”, kata I Ketut Diarmita. “Saya juga berharap kepada para peternak agar melakukan pembenahan manajemen budidaya dan perbaikan teknis lainnya untuk menjadikan Indonesia sebagai sumber protein hewani. Selain itu juga kita dorong peternak-peternak kita untuk membentuk korporasi peternak supaya skala usahanya ekonomis”, ujar I Ketut Diarmita. Dengan bertambahnya usaha peternakan berskala komersil, kita berharap mimpi Indonesia pada tahun 2045 menjadi lumbung pangan Asia dapat tercapai”, ujar I Ketut Diarmita.

Siaran Pers Pertama

Sementara itu Perwakilan Food and Agriculture Organization (FAO) untuk Indonesia Mark Smulders yang hadir sebagai narasumber mengatakan,”Generasi muda amat dibutuhkan dalam membangun pertanian, sebab semakin sedikit kaum muda yang tinggal di desa, maka semakin sedikit yang menggeluti sektor pertanian, untuk menarik minat mereka, diperlukan akses lahan dan modal”. Menurutnya kebijakan pemerintah saat ini dengan melibatkan generasi muda melalui program-program berkelanjutan agar terus dilanjutkan, selain untuk memperkaya pengetahuan, juga skill. Kata Smulders.

Pertanian Modern Untuk Generasi Milenia

Pontianak (19/10) – Ditahun pertama pemerintahan Jokowi, fokus disektor pertanian adalah pertumbuhan produksi, saat ini pertumbuhan sudah dicapai, maka ditahun ketiga adalah pemerataan pertumbuhan yang menjangkau hingga di perbatasan. Tujuannya selain untuk pemenuhan konsumsi setempat, juga memiliki peluang ekspor yang terbuka lebar kenegara tetangga.

Peluang ini agar dapat dimanfaatkan kaum muda untuk menekuni sektor agribisnis, kata Kepala Badan Ketahanan Pangan, Agung Hendriadi di seminar Hari Pangan Sedunia ke 37 tahun 2017 yang berlangsung di Mercure Hotel, Pontianak (18/10)

Sementara itu Perwakilan Food and Agriculture Organization (FAO) untuk Indonesia Mark Smulders yang hadir sebagai narasumber mengatakan,”Generasi muda amat dibutuhkan dalam membangun pertanian, sebab semakin sedikit kaum muda yang tinggal di desa, maka semakin sedikit yang menggeluti sektor pertanian, untuk menarik minat mereka, diperlukan akses lahan dan modal”. Menurutnya kebijakan pemerintah saat ini dengan melibatkan generasi muda melalui program-program berkelanjutan agar terus dilanjutkan, selain untuk memperkaya pengetahuan, juga skill. Kata Smulders.

Dekan Fakultas Pertanian Universitas Tanjung Pura, Pontianak, Radian mencontohkan keterlibatan generasi muda di Amerika disektor pertanian patut dicontoh oleh generasi muda di Indonesia, hanya 5 % dari populasi penduduk yang bergerak disektor pertanian tetapi mampu berperan sebagai produsen untuk memenuhi kebutuhan pangan dunia. Hal ini mampu berjalan karena modernisasi alat dan mesin pertanian. “ Kebijakan mekanisasi alat dan mesin pertanian oleh pemerintah untuk peningkatan produksi saat ini sudah tepat”. Kata Radian.Sumber : Departemen Pertanian RI